Showing posts with label sedih. Show all posts
Showing posts with label sedih. Show all posts

Wednesday, December 26, 2012

Siapa itu?


Siapakah  itu ?
Yang  terkekeh  lalu  terdiam  dalam  hitam
Sekelebat  bayang  berlari  dan  menjadi lebur  di  kegelapan
Tak  tertangkap  nyata  tapi  berkaca  dalam  maya
Mejamin  kehalusan  asa  menuju  sebuah  ketakutan
Ada  hawa  dingin  menyelusup  di  dalam  hati.
Menghilang  lalu  tercium  lagi  dalam  hampa

Hei,  siapa  itu ?
Jangan  bersembunyi  dalam  sudut – sudut  kegelapan
Yang  membuat  bulu  kuduk  meremang
Dan  menggigil  dalam  kekosongan

Hei  siapa  itu ?
Berwujudkah  dirimu  atau  hanya  selintas  hawa ?
Bernafaskah  atau  bergerak  dalam  dingin ?

Bisikan. Waktu. Hujan


Seorang  wanita  berjalan  bergegas
Langit  mendung  telah  menggantung
Tetes  pertama  jatuh  dalam  selokan.
Lalu  tetes  kedua  jatuh  di  atas  neraka  dunia
Seorang  pengembara  mencari  rumahnya
Sebentuk  waktu  yang  telah  lama berselang
Sementara  pelacur  muda  tertawa  getir
Menatapi  nasib  yang  dipoles  gemerlap  malam…
Gagak  kota  meracau  dalam  skizofernia…
Lalu  gagak  desa  tertawa – tawa  dalam  bingungnya.

Pengembara Mencari Hujan


Aku  ini  pengelana  yang  tidak  bertujuan
Lelah  hanya  berjalan  bersama  dengan  sang  angin.
Aku  ini  pengembara  yang  kesepian  di  tengah  jalan
Menatap  keramaian  yang  nyata  di  mata
Tapi  semu  di  dalam  kehidupan  yang  berputar – putar

Seribu Satu Malam


Jika  Baghdad  tenggelam  dalam  angin  malam  gurun
Maka  bintang  utara  akan  berlari  melintasi  Sahara
Membangunkan  mitos  terlarang  mentari  gurun
Yang  tubuhnya  terliliti  kain  hitam  dan  sabuk  emas

Kamu Yang Membunuhku…


Aku  ingin  membunuhmu….
Yang  membuatku  dewasa  dan  hidup
Aku  ingin  mencabikmu  yang  membuatku  menangis
Aku  ingin  mengoyakmu….
Seperti  kau  koyak  hatiku  dan  jiwaku
Dan  aku  ingin  membuatmu  melihat  mati  ……
Karena  aku  telah  kau  buat  mati

Saturday, July 14, 2012

Cinta Yang Cinta

Tak  perlu  engkau  menggoda hatiku  ini
Karena  aku  sudah tergoda  terlebih  dahulu
Oleh  angin  yang  mengacaukan  pikiranku
Dengan  menyelusupkan  wangimu  dalam  hatiku.
Jangan  kau  berpikir  tuk  keluar  dari  permainan  petak  umpet  ini…….
Karena  aku akan  selalu  menemukanmu
Meski  Dalai  Lama  akan  menyembunyikanmu  dalam  kuilnya
Aku  akan  menatapmu  saat  cakrawala  diterangi  mentari
Aku  akan  menciummu  ketika  badai  gurun  datang  untuk  mengacau…
Tetapi  aku  akan mencintaimu  saat  kau  lelah  berlari  daripadaku
Hitam  bukan  berarti  seluruhnya  hitam
Kadang  hitam  bercampur  putih  dan  biru……….
Cintaku  yang  hitam  ini  selalu  putih  padamu
Tapi  keadaan  mencampurkan  biru  yang  haru  didalamnya
Sayang,  cintaku  tertebus  sebuah  timah  panas  di  otak
Dengan  memory  terakhir  tentang  senyummu
Aku  tersenyum  dalam  kepekatan  yang  datang  menyapaku
“ Aku  mencintaimu…..”  bisikku  pada  angin
Semoga  kelak  dunia  berputar  balik  dengan  cepat
Aku  akan  meminta  pada  Tuhan  sebelum  aku  dilahirkan
“ Jangan  aku  diturunkan,  biarkan  aku  disini….
Melihati  wanita  calon  takdirku,  tanpa  aku  pernah  menyentuhnya  dan  mengenalnya…
Supaya  cinta  tak  dapat  menyiksa  kami  berdua…”

Ketika Aku Menjadi Penuh

Ketika  aku  menjadi  penuh…

Maka  cintailah  sang  api yang  menyala  dalam  sekam
Karena  dia  akan  selalu  memenuhi
Emosimu…

Lalu  berjalanlah  diatas  hal  yang  digariskan  secara  hilang
Sebab  kau  akan  menghilang  perlahan..
Diatas  semua  itu

Kau  anggap  nyata  adalah  memang  nyata….
Tanpa kebohongan  yang  manis
Terpekurlah  kau  dalam  kemonotonan
Yang menghidupkan  Sang  Frankenstein

Cintailah  semua  alfabeth  yang  mengawali…..nama  para  kekasihmu  yang  telah  berjejak  di  hati.
Maka aku  akan  selalu  menunggu
Hingga  namaku  bergaung  dalam  mata  hatimu..

Dan  ku  akan  terus  menantimu….
Selama  apapun  yang  kau  mau…selama  apapun….

Wednesday, July 11, 2012

Siapa ?




    Pernahkah  kau  merasakan  bahwa  kau  tidak  sendiri  dalam  kesendirianmu?  Ada  sepasang  mata  yang  terus  mengikutimu  kemanapun  kau  melangkah.  Menatapmu  dengan  keinginan  untuk  menyantap  rohmu  dan  mengambil  alih  semua  hidupmu.  Menggantikan  posisimu  dengan  sangat  aneh…dengan  sangat  berbeda.  Ragamu  adalah  kamu  sedangkan rohmu  bukan  lagi  rohmu,  melainkan  roh  lain  yang  merupakan  dirimu  yang  lain.  Yang  menginginkan  semua  yang  kau  punya.  Adakah?  Aku  punya….dan  aku  mengetahuinya.  Aku  yang  memanggilnya.  Aku  berbicara  padanya.  Aku  menangis  bersamanya.  Aku memaksanya  untuk  mengambil  alih  diriku.  Aku  hidup  dengannya…..

Cintaku

    Luka  hati  takkan  mati
    Jika  jiwa  terus  menari  dan  bermimpi

    Ketidakwarasan  padaku
    Selimut tebal hati rapuhku
    Aku takkan  sadari bahwa kau  tak  lagi  disini.

    ( Ketidakwarasan  Padaku, Sheila on 7 )


    Cuma  itu  yang  aku  ingat  dalam  pikiranku.  Lantunan  lagu  yang  begitu  menancap  dalam  hatiku.  Tidak  akan  terlupa  hingga  aku  menjelang  kematian  nanti.  Aku  bersumpah.  Karena  aku  terlalu  mencintai  dirinya.


    Ketukan – ketukan  di  pintu  kamarku  terdengar  terus  menerus.  Mungkin  Ibu  atau  yang  lainnya.  Aku  bangkit  dari  ranjangku.  Gelap.  Tapi  aku  sudah  mampu  menyesuaikan  diri.  Berjalan  diantara  botol – botol  obatku,  diktat – diktat  yang  mulai  berdebu.  Aku  membuka  kunci  pintu  tanpa  membuka  rantai pengaitnya.

Dalam Bayang



    Perempuan  itu  sedang  berdiri  menatap  langit  diatas  landasan  pesawat  terbang.  Sudah  terlalu  biasa  untuk  terduduk  dan  diam  sambil  memandang  langit  di  tempat  ini.
    Fiuh…betapa  semua  selalu  berubah  menjadi  apapun  yang  berbeda.  Pikir  perempuan  itu.  Kota,  teman,  keluarga,  rumah,  diri  sendiri….bagaimana  tidak,  Awan  pun  berubah  dengan  sangat  cepat  hanya  sekejap  mata….
    Angin  bertiup  perlahan.  Menggoyang  tangkai – tangkai  ilalang  dengan  hati – hati.  Perempuan  itu  sedang  terbaring  menatap  langit diatasnya.  Sebuah  sepeda  tua  yang  sedikit  berkarat  berdiri  dibelakang.  Sementara  sebuah  kamera  Canon  tua  tergeletak  di  samping  kepala  perempuan  itu.
    Mata  perempuan  itu  perlahan  terpejam.  Ia  tertidur.
    Matahari  hanya  terlihat  mengintip  dari  balik  awan  putih.

Monochrome Life


    Aku  tidak  tahu  harus berkata  apa  lagi.  Aku,  disini,  duduk  beberapa  meja  darimu.  Menatapmu  tanpa  aku  bisa,  tanpa  aku  mau  untuk  mengenalmu.  Tapi  aku  tahu  kau  lebih  dari  yang  kau  tahu.

    Kau  Veronica.  Cintaku  yang  paling  segalanya  dalam  hidupku.  Aku  masih  ingat  wangi  parfummu.  Aku  masih  ingat  baju  yang  kau  kenakan.  Aku  masih  ingat  tawa  renyahmu.  Itu  3  tahun  yang  lalu ketika  kita  pertama  kali  bertemu  dalam  sebuah  takdir.

Bunga Melati

Tidak  ada  yang  paling  aku  sayangi  dibandingkan  dengan  bunga  matahari.  Dia  adalah  bunga  yang  bersinar  diantara  berjuta  bunga  dengan  warnanya  yang  sangat  cerah.  Kuning  dengan  kegelapan  hitam  di  bagian  tengah.  Seperti  matahari  sedang  dalam  gerhana,  tertutup  kegelapan  tetapi  tetap  memancarkan  sinar  disekelilingnya.

    Dan  aku  ingin  menjadi  seperti  itu….bersinar  layaknya  matahari.  Memberikan  kehangatan  dan  terang  kepada  semua  orang.  Aaahhh….tapi  aku  tak  bisa  seperti  itu.  Aku  terkungkung  oleh  kegelapab  jeruji  sel  ini.  Menyebalkan.

    Sudah  berhari - hari  aku  berbaring  di  atas  ranjang  berwarna  putih  ini.  Sangat  menyebalkan.  Tapi  aku  suka….aku  suka  berbaring  seperti  ini.  Merasakan  sepoi  angin  bertiup  dari  jendela…menyertai  wangi  bunga  melati  yang ditanamkan  oleh  Bunga  di  bawah  jendela  kamarku.

    Hei…aku  kangen  Bunga.  Apakah  dia  masih  tetap  secantik  pertama  kali  kami  bertemu  di  waktu  SD  dan  senyumannya  masih  secerah  mentari  pagi  ?  Aku  kangen  manusia  itu….aku  ingin  menjitak  kepalanya.

    Ahhh….aku  ingin tertidur  sebentar.  Ingin  mengulang  memori  yang  usang  dikepalaku….  Huaaahh….aku  mengantuk.

Kram Otak...

     Jakarta, xx Juli 20xx


     Headphoneku  sedang  mengalunkan  lagu  The  Rasmus.  Tidak  ada  yang  lebih  menyenangkan  daripada  mendengarkan  lagu  mereka  ketika  memandang  langit  biru.  Aku  ingin  mati….ingin  merasakan  mati.  Sekarang  dan  untuk  selamanya.  Aku  ingin  mati.

    Jika  kau  memandang  langit..apa  yang  kau  pikirkan ?  Aku…kenikmatan  untuk  mati  dan  tenggelam  dalam  lautan  hitam  kegelapan  tanpa  dasar.  Melayang  terbang…tapi  tentu  dengan  ditemani  oleh  headphone  yang  mengalunkan  lagu  The  Rasmusku.  Ha..ha..ha…ha..ha..  aku  ingin  membawa  pistol  berisi  satu  butir  peluru,  supaya  nanti  jika  kumati  aku  bisa  menembak  malaikat  pertama  yang  membawaku  ke  surga….he..he..he…aku ingin  berada  di  kegelapan  antara  hidup  dan  mati.  Diantara  surga  dan  neraka.  Di  rahim Ibu….

Sunday, April 15, 2012

Dia….Aku…Dan Aku…

Ada seorang pemain sandiwara yang sangat andal. Aku sering berbincang dengannya. Menatap semua kesedihannya, kesendirian yang disangkalnya, hingga semua fantasi yang pernah dipikirkannya. Aku begitu membencinya, sekaligus menyayanginya dengan sangat. Aku membenci semua topengnya, yang ia gunakan untuk hidup dalam dunianya yang dianggapnya sebagai panggung sandiwara ekstra raksasa… Dan dia hidup didalamnya, bekerja didalamnya, bercinta di dalamnya, dan berjalan didalamnya.

“ Kita…tidak pernah bisa lepas dari semua topeng yang kita punya. Kita punya topeng pertama ketika akil balig datang. Memakainya dalam setiap kesempatan, menggunakannya disaat kita tahu…disaat orang lain pun memakai topengnya masing – masing….” Jawabnya ketika kami berdua berbincang dengan segelas kopi dan sebatang rokok kretek. Bersama dengan petir yang membelah langit.

Dan aku selalu membencinya jika aku mengingat hal itu. Sangat menyebalkan, tahu dia adalah seorang pembohong besar sama seperti semua orang di dunia ini. Yang tersenyum sementara hatinya mendendam dengan bara diantara sekamnya.

Tapi aku juga menyayanginya…terlebih ketika ia sedang melepas topengnya dan mengeluh kecapaian dengan semua beban di pundaknya. Dia tersenyum. Seperti sekarang ini, ia sedang terduduk di depanku. Memejamkan mata sementara secangkir kopi ginsengnya mengepul.

“ Seperti wanita….”

Ehh… aku menoleh menatapnya.

“ Seperti wanita…..” Ulangnya dengan pelan, tetap memejamkan matanya.

Apaan sih…tiba – tiba bicara tidak ada juntrungannya…. Jawabku kesal.

“ Ini…asap rokokku ini. Kalau kuhembuskan di udara seperti seorang wanita yang melenggok menggoda dan menghilang ketika kau hendak menangkapnya….”

Ahhh…tidak juga. Buktinya banyak wanita yang mengejar para pria… Balasku tak mau kalah.
Dia tersenyum, menghisap rokoknya dalam – dalam dan menghembuskannya perlahan…nikmat sekali.

“ Bodoh…pria itu selalu eksis dalam nyatanya. Dia memberontak dalam dunia nyata…jadi dia akan menjadi ada dalam kehidupan ruang. Sedang wanita memberontak dalam hatinya…dan tidak eksis dalam kenyataannya. Wanita sulit tertangkap karena hatinya selalu berontak…sedangkan tubuhnya tertahan. Dia selalu melayang dalam dunianya sendiri, kau tahu. “
Aneh….bisikku dengan sangat lirih.

Petir bersinar membelah angkasa. Seperti sinar api dari tukang las yang sangat indah.
“ Aku capai…Bro ! “ ujarnya tiba – tiba.

Capai ? kenapa harus capai…..bukankah kau sangat menyenangi kegiatanmu ? tanyaku dengan sedikit bingung.

“ Sudah kubilang…ini semua topeng ! Aku bukan aku…tapi aku adalah kamu….kamu kejujuran dalam diriku. Dan aku capai dengan semua hidupku. Aku lelah. “ bentaknya

Tapi…kamu hidup dengan cinta dalam hati, dan pikiran dalam otakmu. Kau kaya raya karenanya. Apalagi yang kau inginkan ? jawabku lembut.

“ Teman. Teman yang nyata. Teman yang tidak seperti asap rokok ini. Teman dalam arti yang nyata, yang mampu aku sentuh dan menjadikanku seorang tanpa topeng. Sepertimu. “ mataya yang sedari tadi tertutup kini terbuka lebar.

Kenapa harus ada teman lain, Bro ? Bukankah temanmu untuk kau sentuh sudah cukup banyak…sementara aku bisa ada untukmu, untuk semua kejujuranmu…. HHHHhhh….kau sangat aneh… bisikku lagi.

Kami terdiam. Lalu perlahan dia mematikan rokoknya dan berjalan ke dalam rumah. Ibu datang dengan langkah berjingkat, hendak mengagetkan dirinya.
Aku masih tetap bertafakur di luar rumah. Memandang petir yang masih jua menggelegar….
Hujan kok tidak turun – turun ya…..

“ Bro…aku mau mati! “ bisiknya ketika dosen Teknologi sedang berbicara di depan kelas.

Heyyy….tumben kau mau melepas topeng di muka umum. Dan sangat tumben kau berbicara
dengan sangat jelas tentang kematian…. Ujarku sambil duduk disebelahnya.

“ Jangan banyak cingcong….bisakah kau buat aku mati sekarang ? Aku ingin mati sekarang. “ tanyanya.

Setan alas…terang tidak bisa, tolol. Aku ini nurani bukannya dewa kematian…memang kenapa kau sampai berkata seperti itu ?
Dia terdiam sambil matanya mulai berkaca – kaca…. Saat itulah aku menghilang dan meninggalkannya sendiri. Aku muak melihat airmatanya…karena itu airmataku…sebab aku merasakannya.

Dan aku muncul kembali ketika ia sedang berbaring di ranjang. Ada sesosok tubuh lain disana. Menatapnya dengan penuh kasih dalam tudung jubahnya yang hitam. Malaikat maut.

Broo…kenapa kau panggil dia ? Kau kenapa sih… teriakku sambl mengguncang – guncangkan tubuhnya.

“ Sudah kubilang aku ingin mati…. Karena aku memang merasakannya. Maut terus berada disampingku selama 3 hari berturut – turut. “ bisiknya

Dan kau tidak memberi tahu aku ? Sialan kamu….. Memang kau anggap aku siapa ? Orang lain….. Semburku sambil memukuli bantalnya.

“ Sori…tapi bukankah dengan begini aku tidak akan mengeluh lagi kepadamu ? Dan dengan begini kita bisa lebih sering nongkrong bersama sambil ngobrol tentang segala hal....” Dia tesenyum dan aku menangis.

Di luar semua orang menggedor pintu kamarnya. Dia tetap tidak bergerak.

Dia mati.

Aku berdiri berdampingan dengannya. Tepat disamping seseorang yang sedang memeluk jenasahnya dan menangis histeris.

“ Itu pacarku…cinta yang selalu aku jaga hingga saat ini. “ bisiknya sambil berjongkok dan mengecup bibir gemetar pacarnya.

Kau tidak menyesal ? tanyaku.

“ Buat apa aku menyesal ? Bukankah dengan begini aku sudah tidak perlu memakai topeng dengan beban berat itu….dan lagi dengan begini aku bisa mengobrol denganmu dan malaikat maut hingga hari itu tiba….” Jawabnya sambil melangkah keluar rumah dan tersenyum.

Seseorang sudah menunggu kami di luar. Malaikat Maut.

“ Bro…mau kemana ? hari cerah…sedang tidak ada pekerjaan hingga pukul 6 sore hari. Ngomong – ngomong, siapa nama kalian berdua ? “ Tanya Malaikat maut pada kami.

“ Ina…..” jawabnya dengan ringan sembari menyalakan rokok yang entah darimana ia dapat.

Nurani….jawabku dengan ringan juga. Ini hari kelahiran kami berdua ke dunia penuh cinta dan kejujuran.

Di suatu tempat, Bumi semua petir…2012.

Powered By Blogger