Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku, disini, duduk beberapa meja darimu. Menatapmu tanpa aku bisa, tanpa aku mau untuk mengenalmu. Tapi aku tahu kau lebih dari yang kau tahu.
Kau Veronica. Cintaku yang paling segalanya dalam hidupku. Aku masih ingat wangi parfummu. Aku masih ingat baju yang kau kenakan. Aku masih ingat tawa renyahmu. Itu 3 tahun yang lalu ketika kita pertama kali bertemu dalam sebuah takdir.
Sejak itu aku selalu mengikuti dirimu. Mengawasimu dari balik semua bayang. Sangat memikat. Sangat menggoda. Sangat sangat….cantik.
Setiap pagi aku memesan kopi yang sama denganmu. Setiap pagi aku selalu duduk pada kursi yang sama seperti juga kau selalu duduk pada kursi yang sama pula. Semuanya sama seperti hari – hari yang lalu….
Pagi ini aku sengaja datang lebih cepat dengan setangkai mawar merah darah. Terselip diantara lembaran – lembaran Koran bisnis yang baru aku beli. Aku bertekad untuk memberikannya padamu.
Seorang pelayan kafe ini segera mengenaliku. Ia membuka pintu dan mempersilakan aku masuk. Sebuah meja diantara meja lain sudah tersedia. Mejaku yang selalu berhadapan dengan mejamu. Aku tersenyum ketika menarik kursi.
“ Seperti biasa, Pak “ Sapa pelayan itu dengan ramah. Aku mengangguk. Mejamu belum kau tempati. Kapankah kau datang, cinta gelapku ? dadaku seakan menggelegak ingin segera menyampaikan mawar ini. Dan waktu berlalu….membawaku pada saat ini. Ketika kau sudah berada di mejamu dan aku dimejaku sendiri dengan setangkai mawar masih menyelip diantara lembaran Koran bisnis.
Kau tertawa dengan sangat indah. Tapi sayang kau tertawa untuk seorang pria dihadapanmu. Dan waktu membawamu berlalu seperti angin membawa kelopak mawarku terbang. Aku tak bisa menyapamu.
Pagi ini aku membawa setangkai mawar merah lagi. Sama seperti kemarin. Tapi hari ini aku terkejut ketika gelas kopimu terpelanting ke lantai dengan disertai teriakan sakit dari bibir merahmu. Pria itu memukulmu. Memukulmu hingga berdarah tepat dihadapanku. Dan aku tidak bisa berbuat apa – apa, hingga kau diseret keluar oleh si bejat itu. Seorang pelayan menatapku…pelayan yang tahu kecintaanku padamu. Matanya memohon.
Tahukah Veronica, semua orang mencintaimu….terlebih aku. Aku terlalu mencintaimu.
.....
Lalu pagi kembali datang menyapa. Dan setangkai mawar aku kembali selipkan di antara Koran bisnisku. Ketika pintu kafe dibuka dan aku berjalan menuju mejaku, seorang pelayan menyapaku.
“ Semoga pagi ini Anda mempunyai keberanian. “ sebuah sapaan yang sangat menusuk mengingat aku tidak mampu memberanikan nyali untuk menyapamu, Veronica.
Segelas kopi moka terhidang. Sementara aku menunggu dirimu. Dan pintu utama berdenting belnya. Kau melangkah masuk, tertatih – tatih dengan darah di kepala. Aku berdiri melangkah tanpa memperdulikan nyaliku. Kau lebih aku cintai daripada kecintaanku pada kehidupan gelapku.
“ Anda tidak apa – apa, Nyonya!” tegurku ketika memapahmu. Kau hanya tersenyum. Kubimbing dirimu untuk duduk di kursimu sendiri. Aku menyeka darah dikepalamu. Sementara beberapa orang yang cukup tersentuh memberikan banyak bantuan. Sementara aku hanya menggenggam tanganmu.
Tiba – tiba terlintas saja setangkai mawar merah itu…dengan segera aku mengambilnya. Memberikannya dengan gamblang. Sementara kau terdiam. Dan perlahan tersenyum sebelum menangis sambil memelukku.
“Kau tahu sayangku, aku selalu mencintaimu. Selalu mencintaimu. Masih mencintai sama seperti ketika aku masih menjadi istrimu. Tinggalkan semuanya sayang kembali kepadaku..” tuturmu diantara isak tangismu. Aku hanya bisa menggeleng.
“ Maaf aku menyakitimu… tapi aku tak bisa. Istriku dirumah menungguku. Bukankah orangtuamu yang menyuruhku menceraikanmu karena aku tidak bisa memberikan mereka cucu ? Maaf aku harus pulang….istriku menunggu. Aku mencintaimu.”
Aku berbalik menuju pintu keluar. Berjalan menuju mobil tuaku. Lalu menangis didalamnya. Veronicaku sayang, cintaku yang terdalam…aku tahu kau mencintaiku. Aku tahu kau masih menyayangiku, tapi kini kita sudah dimiliki oleh orang lain.
.....
Dan aku memacu mobilku dengan kecepatan penuh…..
Pagi ini, seperti biasa aku memesan meja yang sama. Memesan kopi yang sama. Dan membawa Koran dengan mawar yang terselip pula. Seperti biasanya. Menatapmu lagi. Dari balik semua benteng pernikahanku yang tak pernah ada. Aku tidak pernah beristri, Veronica. Kecuali denganmu. Aku telah membuat diriku menjadi seorang kasim. Karena aku ingin hanya kaulah yang pernah merasakan diriku.
Dan pagi selalu berjalan seperti biasa. Hingga kelak waktu membuat kita menua. Aku selalu mencintaimu….
Maaf jika aku menyakitimu….
No comments:
Post a Comment