Pernahkah kau merasakan bahwa kau tidak sendiri dalam kesendirianmu? Ada sepasang mata yang terus mengikutimu kemanapun kau melangkah. Menatapmu dengan keinginan untuk menyantap rohmu dan mengambil alih semua hidupmu. Menggantikan posisimu dengan sangat aneh…dengan sangat berbeda. Ragamu adalah kamu sedangkan rohmu bukan lagi rohmu, melainkan roh lain yang merupakan dirimu yang lain. Yang menginginkan semua yang kau punya. Adakah? Aku punya….dan aku mengetahuinya. Aku yang memanggilnya. Aku berbicara padanya. Aku menangis bersamanya. Aku memaksanya untuk mengambil alih diriku. Aku hidup dengannya…..
Ada satu waktu dimana kami berdua berbincang dengan tenang dalam sejuknya air kolam renang.
Ren….aku ingin tenggelam. Ingin menjadi buih yang berterbangan seperti manusia di luar angkasa……bisikku dengan diam.
Ren hanya terdiam. Dia duduk memeluk lututnya. Matanya teduh. Lalu ia mengepakkan lengannya, mendekati diriku. Memeluk tubuhku dengan erat.
Ren…bawa aku dalam hitammu. Ketika kau menghilang dari sisiku dan tertidur dalam kesejukkan. Bisikku lagi.
Mustahil…dirimu bukanlah buih yang mungkin terhapus dengan begitu cepat dari muka bum dan hitam adalah dunia yang antah berantah dimana kaupun tak tahu siapa dirimu lagi. Ren menjawab bisikanku dengan lirih. Pelukannya membuatku sesak. Sesak dalam keriaan…bahwa ada kematian yang datang untuk menarik nyawaku dengan cepat.
Tiba – tiba ia melepaskan pelukannya dengan cepat. Membuatku membuka mata dan melepaskan pelukanku dari lututku sendiri. Aku melihatnya berenang menjauh dariku…mulai melayang melewati batas tipis antara air dan udara. Dengan segera aku mencoba menggapainya… Saat tanganku mencoba menariknya kembali, Ren malah menyentakku untuk kembali ke permukaan.
Sentakkannya membuatku tergagap mendapati udara memaksa masuk dalam rongga dadaku. Terengah – engah aku menatap Ren dengan pandangan menuduh. Dari sudut mataku aku melihat kematian berlalu masuk dalam ruang waktunya sendiri….
Kau membuat kematian berlalu dariku Ren!! Kau membuatnya menghilang…padahal aku menginginkannya datang. Sialan kau Ren!! Tegurku dengan meradang.
Ren hanya menatapku lagi dan berjingkat di permukaan air. Meninggalkan riak – riak yang bergetar lembut. Ia berjongkok di hadapanku. Merendahkan wajahnya dan mengecup pipiku sebelum ia menghilang dengan dua tangan menyelusup dalam saku celana denimnya.
Selamat tidur! Bisiknya bersama dengan angin padaku.
.........
Ren datang di waktu yang tak terduga. Ia bisa datang ketika aku sedang melamun diantara tumpukan kertas kerjaku…atau ketika pacarku sedang asyik mengobrol denganku Ren duduk disamping pacarku dan menatap mataku dengan mata teduhnya.
Atau seperti sekarang ketika aku sedang berendam dalam bath tub penuh dengan busa. Aku sedang menutup mataku ketika ia datang.
Kau datang Ren. Bisikku lemah. Tanpa membuka matapun aku tahu Ren yang datang….ada semilir wangi jeruk dan apel yang tercium bersama angin ketika ia datang.
Ya..aku datang karena tahu kau memanggilku. Jawabnya singkat.
Aku terhenyak. Aku tidak memanggilmu…aku tidak memintamu datang. Tangkisku menjawab ucapannya.
Terdengar kecipak air. Aku merasakan sentuhan lembut mulai menyelimutiku. Membawaku masuk dalam dunia kegelapan Ren. Agak pelan aku membuka mata dan aku mendapati Ren sedang memelukku. Matanya yang teduh beradu pandang dengan mataku.
Kau tak pernah memanggilku dengan nyata…tapi denyut jantungmu selalu bersuara memanggilku. Setiap keriut otot – ototmu berteriak dalam kesakitannya untuk kupeluk dalam sejuk. Tahukah kau, aku selalu datang untuk teriakan jiwamu ? tegur Ren sebelum mengecup bibirku.
Sebelum aku mampu mengecap bibirnya penuh…ia melepaskan pagutannya dan menatap mataku kembali.
Ren…aku ingin tidur dalam rahim ibu lagi. Berada dalam kegelapan yang menyenangkan. Berada dalam ketiadaan yang tak berujung dan mendamaikan. Tuturku pelan menutup mata.
Kami berdua melayang dalam kegelapan dunia Ren. Dunia dimana ruang dan waktu tidak ada dan hanya bayangan semu. Dunia dimana kita tidak akan tahu siapa jati diri kita….bahkan kenyataan akan keberadaan kita sendiri adalah nol kosong.
Dan aku menyukainya.
Kau masih mencintai duniamu. Kau adalah nyata…dan aku semu. Aku cuma buih dalam air yang akan menghilang dan melayang dalam bentuk yang tidak nyata lagi. Bisik Ren membelai punggung telanjangku.
Gemerisik denim dan kemeja katunnya membawaku pada damai dalam hitam. Aku ingin kita berdua selamanya…dalam kegelapan seperti ini.
Tiba – tiba ia melepaskan pelukannya hingga aku terbang menuju sebuah titik terang gerbang antara kenyataanku dan Ren. Perlahan – lahan aku merasakan semilir udara mengipasi wajahku dan buah dadaku yang mengapung di permukaan air. Mataku nyalang dengan air mata mengalir pada keduanya.
Aku akan datang padamu. Bisik angin yang dititipkan Ren padaku. Malam ini…..
Perlahan aku menyiapkan diri. Pukul 22.00. Aku memasuki selimut di kasur besarku. Melingkupi badan telanjangku. Ren berbaring menatap langit – langit dan aku tertidur dalam bimbang.
........
Ren semakin sering menemuiku. Sejak pertemuan terakhir kami…Ren semakin berani menyentuh tubuhku. Hanya matanya tetaplah mata Ren yang teduh…tanpa bisa aku membaca semua perasaannya. Seperti hari ini, dia hanya menatapku. Menemaniku seperti biasa sambil duduk memeluk lututnya disampingku. Melihatiku yang duduk disampingnya dalam kesejukkan air kolam renang sedalam 2 meter.
Lihatlah…aku akan menciptakan buih yang indah untukmu. Bisiknya sambil mengacaukan air hingga gelembung – gelembung beterbangan disekelilingku. Aku menatap ke atas dimana semua gelembung beterbangan naik menuju kepermukaan bersamaan dengan bauran garis sinar matahari dalam air. Aku terpaku dalam takjub.
Cinta…gelembung ini ingin membawamu dalam rengkuhanku. Mereka menyelusup dalam setiap sudut tubuhmu…untuk menerbangkanmu menuju kedalam pelukanku. Sayang…mereka tidak pernah mengerti cinta kita berdua…. Kata Ren tiba – tiba berkelebat menuju ke belakang pungungku. Sementara aku asyik menatapi gelembung – gelembung yang semakin tinggi mencapai permukaan air kolam.
Tapi ketika semua gelembung hilang….Ren turut menghilang. Panik aku mencari dengan mataku diseluruh penjuru kolam. Mencari disetiap gelembung dan buih yang berterbangan. Mencoba menemukan kegelapan atau dunia ketidaknyataan tempat Ren biasa bersembunyi.
Aku tidak menemukannya…
Dan aku kembali menuju tempatku semula. Sudut kolam di kedalaman 2 meter. Aku menyelam seperti biasa ketika aku berbicara dengan Ren. Terduduk disana sambil memeluk lututku seperti biasa hingga sesak datang membuat tubuhku kaku. Tapi kini sesak datang dengan sangat menyakitkan…mencoba mengambil rohku. Aku melihat kematian datang dengan sabitnya…mencengkeram rohku dengan kuat dan menariknya keluar dari mulutku.
Aku tidak mau…aku tidak mau jika aku tidak bersama dengan Ren!! Jeritku diantara sesak nafasku.
Dan sekejap kemudian pundakku disentuh oleh seseorang. Cepat aku membalikkan wajahku….hingga aku melihat rambutku berkibas melayang dalam air. Ren menatapku dengan matanya yang bersinar tak lagi teduh.
Ia marah…ia benar - benar marah. Cepat ia menarik rohku kembali dari cengkraman kematian. Dengan segera pula ia menarikku menjauhi kematian yang sebenarnya aku tunggu….menuju kegelapan dunianya sendiri.
Ia memelukku dengan erat. Seakan aku adalah sesuatu yang mudah terlepas dari tangannya.
Jangan pernah terbang tanpa aku disampingmu! Bisiknya lirih. Aku mengangguk sementara airmata mulai menetes dari mataku dan membasahi kemeja katunnya.
Aku mencoba menengadahkan kepalaku untuk menatap wajahnya yang sejak dahulu hingga sekarang selalu terlihat begitu tampan dimataku. Penuh dengan airmata dan isak tangis aku menemukan secercah sinar dalam matanya yang dalam. Cercah sinar yang sejak Ayah marah pada kami berdua tidak lagi bersinar…. Tapi kini dua bintang itu bersinar dengan indahnya. Sementara telunjuk rampingnya menyusuti airmataku, aku melihat sebuah senyuman.
Tinggallah bersamaku…dalam kegelapan yang akan mendamaikanmu. Tanpa perlu kau tinggalkan dunia nyata dan duniaku. Tambah Ren dengan penuh cinta…sesuatu yang telah lama tidak aku lihat dari dirinya. Dan aku menganggukkan kepala dengan yakin.
Sudah sejak lama aku menginginkan kau mengatakan itu Ren….sejak kau pergi tinggalkan dunia nyata. Meninggalkan diriku dalam segala ketidakberdayaan. Membekaskan luka yang berdarah tanpa henti…sama seperti koyakan luka yang membuat kemejamu memerah karena darah. Tuturku dalam isak tangis yang semakin menjadi.
Ren memangkuku dengan hangat. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Aku kini tidak akan lagi menyembunyikan semua cintaku padamu. Jawab Ren dengan lebih tegas.
Aku menatap matanya….ada kilatan airmata disana.
Aku akan mencintaimu dengan nyata dalam dunia kita yang kini tidak lagi nyata. Lebih dan lebih dibandingkan dengan cinta yang dahulu pernah aku berikan padamu….ketika nyataku masih bersamamu! Ren kembali membawaku dalam pelukan hangatnya.
Aku hanya bisa tersenyum setelah sekian lama aku tidak tersenyum dalam senyum yang nyata.
Dan aku juga akan mencintaimu, Abangku yang malang! Bisikku sambil menyelusupkan diri ke pelukannya lebih dalam.
........
Beberapa sosok berpakaian putih berkerumun di sebuah kamar tidur. Sesosok tubuh juga terbaring disana. Seorang wanita. Selang – selang terpasang di setiap inci tubuh cantiknya. Tak ada tanda kesakitan sebab ia hanya tertidur dengan senyuman.
“ Dokter, apakah ini salah satu tanda kesembuhan ? “ Tanya seorang pria separuh baya yang seperti orangtua dari sosok wanita itu
Manusia yang dipanggil Dokter itu cuma mengerutkan kening. Beberapa dari mereka sibuk mencoret – coret kertas. Dokter hanya terdiam sambil menatapi tape recorder ditangannya.
“ Kalau boleh tahu, siapa Ren yang dimaksud dalam igauannya ini ? “ Tanya Dokter.
“ Kakak kandungnya yang telah meninggal lebih dahulu. Mereka saling mencintai. Namun diketahui oleh sang ayah dan merasa ini adalah aib keluarga. Suatu ketika mereka terpergok sedang bermesraan di dalam kolam renang di rumah peristirahatan keluarga mereka. Ayah mereka memukuli Ren, sang kakak hingga meninggal di hadapannya. Sejak kematian Ren, dia tidak pernah lagi bergaul, ditambah lagi dengan beban keadaan ayahnya yang masih di penjara. Mungkinkah dia memimpikan Ren ? “ Tanya pria separuh baya itu.
Pria paruh baya itu, mengusap lembut poni wanita yang terbaring di tempat tidur, " Dia sebenarnya berhasil mengikuti program konseling. Satu kebiasaan yang terbentuk dengan begitu saja karena kejadian itu adalah dia suka menenggelamkan dirinya di kolam renang....." Pria itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan, " ...beberapa kali kami melihat dia berbicara sendiri. Namun kali ini, kami kecolongan. Asmanya kambuh setelah 21 tahun. Dan anehnya, dia seakan tahu hal itu akan terjadi. Ada tabung inhaler ditempat kejadian. Tapi tabung itu adalah tabung milik Ren, kakaknya yang juga terkena asma."
Dokter hanya tercengang dan tak mampu berbuat apa – apa. Tak sengaja tombol play tertekan olehnya. Terdengar berulang kali lirih bisikan seorang wanita
“ Ren…Ren…Ren..Ren…”
No comments:
Post a Comment