Allegra baru saja keluar dari kamar mandi, ketika didengarnya suara pesawat terbang rendah. Seketika itu juga dia berlari menuju balkon dan menatap awan.
Sebuah helicopter terbang melintas. Allegra tersenyum sebelum melambaikan tangan pada helicopter itu. Sebuah kebiasaan yang selalu diajarkan oleh almarhum Papa.
“ Papa…betapa Egra ingin melambaikan tangan seperti dahulu ketika Papa melintas di atas rumah seperti helicopter itu. “ bisik Allegra menatap sendu awan di langit biru.
Papa Allegra meninggal ketika Allegra sedang kuliah. Papa adalah seorang pilot tapi Allegra selalu menyebutnya tukang terbang. Papa meninggal dalam pesawatnya…Papa terkena serangan jantung sesaat sebelum ia lepas landas. Hal itu membuat Allegra shock berat. Papa adalah pahlawan terbang Allegra. Kini Allegra tidak bisa menemui pahalawan terbangnya meluncur diudara sambil melambaikan tangan.
Kehidupan Allegra semakin rumit ketika Mama pergi menyusul Papa. Selang 5 bulan setelah kematian Papa. Kini Allegra tinggal sendirian dalam rumah bertingkat yang dahulu penuh dengan canda tawa mereka bertiga.
Yah…mungkin Tuhan ingin merencanakan sesuatu terhadapku. Dan aku yakin ini adalah hal yang terbaik bagiku. Cetus Allegra dalam hati.
Sedikit melamun ia menyandarkan kepala di pilar balkon. Tiba – tiba helicopter yang tadi lewat, terbang kembali di depannya. Dengan senyuman lagi wanita muda itu melambaikan tangan.
“ Ehhh – hee…memangnya itu Papa, yang selalu mengamati aku yang berdiri di balkon ini. Weeee…jangan – jangan pilotnya pikir aku orang gila…dadah – dadah ke helicopter tidak dkenal. Sudah ah…mau lanjutkan tugas….” Tutur Allegra berbalik menuju kamarnya.
Selang 10 menit kemudian helicopter itu kembali berputar di depan balkon, sayang Allegra tidak melihat….sayang Allegra tidak melambai, sebab didalamnya Ari sedang menunggu lambaian tangannya.
.......
Ari baru saja keluar dari kamar mandi ketika Dillo memasuki ruang ganti. Dillo menatap wajah Ari yang sedikit mengerut. Sesuatu sedang dipikirkan oleh teman baiknya itu.
“ Kenapa lo, Nyet ? Kelamaan di kamar mandi muka lo jadi kisut tuh…” Banyol Dillo sambil membuka pakaian dinasnya.
Ari melirik tajam pada sahabat kentalnya semasa SMP itu. “ Heh….tupai, mandi saja lo…buat orang kesel saja kalau terus berdiri mejeng disini…” gerutu Ari membalas banyolannya.
Dillo langsung meletakkan pantatnya di samping Ari. Wajahnya sumrngah sementara matanya menatap foto sang istri yang tersenyum manis di pintu lemari lockernya. Ari melihatnya dengan pandangan sinis kemudian melarikan pandangannya menuju lantai kamar ganti.
Dillo yang masih mesem – mesem, semakin berbinar matanya mengetahui tindak – tanduk Ari. “ Bro…gue mengerti kok…lo itu sedang jatuh cinta….Ha ha ha ha ha….” Celetuk Dillo sambil merangkul bahu Ari.
“ Ah…iya..iya..iya…gue lagi jatuh cinta…tapi masalahnya gue merasa aneh saja. Gue tidak tahu siapa wanita itu…gue tidak tahu nama, umur, rumah, keluarga…. Ini tidak logis sama sekali, dan gue merasa ini siksaan berat. “ Ari langsung merepet menceritakan perasaannya yang selalu ditahan semenjak 3 bulan lalu ia terbang sendirian.
Dillo langsung mengubah air mukanya menjadi serius. Dia tahu temannya ini paling tersiksa ketika harus berhadapan dengan sesuatu yang sama sekali abstrak dan tidak masuk akal, tidak logis. Tapi…ini masalah cinta, mana ada cinta yang logis…semua tidak logis!! Kata Dillo dalam hati menggelengkan kepala menatap temannya.
“ Bro…sekarang coba lo cerita siapa wanita yang beruntung ini ? “
Ari duduk sambil memejamkan mata mengulang semua memorinya. “ Dia seorang wanita yang selalu melambai setiap aku terbang diatas perumahan disebelah Utara lapangan. Gue selalu merasakan senyumannya…kalau dia tidak melambaikan tangan dari balkon itu rasanya gue kehilangan. Gue rindu. Dan lama kelamaan gue menjadi ingin mengenal dia… Ingin tahu dia….”
Dillo mengangguk – anggukan kepala mirip kakatua yang sedang minta makan. Sebal melihat tingkah kepala Dillo, Ari langsung menjitaknya.
“ Lo itu serius ingin bantu tidak sih….” Kata Ari cemberut.
“ Setan…iya – iya….gue serius. Besok lo tebang pagi sama gue. Biasanya jam berapa dia biasa keluar…”
“ Jam 9…yah sekitar jam segitulah… Jadi benar lo mau bantu gue ? “ harap Ari sambil memandang temannya yang lebih tua 3 tahun ini.
“ Yup..it’s okey for me. Tapi ada imbalan dong….belikan gue bakso atom 4 porsi ya….” Tawar Dillo sambil bangkit berdiri dan mulai melepas bajunya.
Ari mengangguk tanda setuju. Gue beliin lo 10 porsi sampai lo meledak kekenyangan juga oke saja yang penting gue bisa tahu wanita itu…. Kata Ari dalam hati. “ Dillo…gue balik duluan ya!! Jangan lupa besok…gue tunggu. “ teriak Ari pada Dillo yang baru saja masuk kamar mandi.
Man, aku sudah tak sabar menunggu besok tiba…. Bisik Ari dalam hatinya.
......
Allegra sedang melamun sendirian ditemani oleh desau angin dan kicauan burung. Pikirannya melayang – layang entah kemana. Sebuah suara menderu membuatnya mengangkat kepala dan menatap langit. Sebuah helicopter yang sudah ia kenal berjalan menuju arahnya. Seperti biasa, sebuah senyuman dan lambaian tangan.
Dillo langsung beraksi dengan sebuah kamera jarak jauhnya. Selesai ia memotret sang objek yang sedang berdiri di balkon dan melambaikan tangan. Ia langsung mengacungkan ibu jari dan Ari segera melarikan heikopternya.
Allegra sedikit terperangah melihat gerakan helicopter yang tidak biasa itu. Tapi dengan segera ia langsung melupakannya. Sebuah tugas membuat pikirannya terfokus. Ia berbalik untuk masuk dan mulai untuk menyiksa diri dalam tumpukan tugasnya. Awan sedang berarak…dan langit terlihat indah.
Allegra berhenti dari tugas mengetiknya, ia menatap awan putih di langit. Hu – uh…sebenarnya aku ini kenapa ya ? Aku selalu rindu dengan kebiasaan helicopter itu. Aku ingin tahu seperti apa wajahnya… apakah dia seperti Papa ? Ah…setiap manusia tentu punya kelebihan masing – masing. Hey…kenapa aku harus mempermasalahkan tampang penerbang itu ? Tokh…aku tak mengenal dia dan aku.... Allegra terdiam ..Apa mungkin aku..hiks..Jatuh cinta ? Oh my God… Pikiran yang diangapnya gila itu membuat focus pada tugasnya teralih dan terpecah.
“ Ahhh…sudahlah…stop….ayo kerja lagi…” tegur Allegra pada dirinya sendiri untuk berhenti memikirkan si penerbang itu, yang selama lebih dari seminggu sudah menyita pikirannya.
Dan awan masih tetap berarak dengan jejaknya yang seputih kapas.
.......
Sudah 3 hari… aku tidak mendengar suara helicopter itu. Hey sudahlah…kenapa harus memikirkan hal itu..ayo..ayo…ayo…alihkan menuju tugas yang harus selesai di hari indah ini…. Putus Allegra dalam hati dengan panic mendapati dirinya selalu memikirkan si penerbang itu.
Tapi rasa rindu yang membuncah membawa kakinya berlari keluar rumah untuk memandangi awan yang berarak dan langit biru yang terbentang dengan sangat jernih.
Indah…sangat beruntung aku..mengikuti kata hati untuk keluar dan memandang langit….seru Allegra dalam hati. Tiba – tiba ia terpekur…Atau hatiku ingin aku menunggunya ? Ahhh…langit memang sangat indah hari ini…
Dan langit memang indah…..
Seindah perasaan Ari ketika mendapatkan foto Allegra yang sedang tersenyum manis dan melambai padanya, hari ini. Akhirnya setelah 3 hari harus berkutat dengan folder – folder tanpa terbang dengan senyumanmu, aku berhasil mencetak fotomu. Well…ternyata engkau cantik ya! Kata Ari sambil mengelus foto Allegra. Bisakah kita bertemu dan lebih saling mengenal ? hegh….Cinta itu sangat tidak logis. Teramat sangat tidak logis. Pikirannya yang menerawang membuat senyuman terkembang diwajahnya. Dillo yang sedang menghabiskan isi mangkuk bakso atomnya hanya tertawa menatap sang teman.
“ Hah….hah…gimana…haha…kalau kita besok…hah…pergi ke rumah dia…hah…” Tanya Dillo sambil megap – megap kepedesan.
Ari langsung mengarahkan tatapan ke wajah Dillo yang merah padam menahan pedas. “ Lo becanda…” ujarnya singkat. Tapi gelengan kepala Dillo membuat wajahnya semakin tegang.
“ Gue..hah..tidak becanda…hah..atau..hah…lo mau kita jalan sekarang…okey…diam berarti itu tandanya lo setuju…Mas, tolong billnya ya…Hah..hah…” kata Dillo cepat tanpa menunggu sanggahan dari Ari yang terpaku dengan mulut terlongo. Setelah membayar, tanpa menunggu kesadaran Ari pulih…Dillo langsung menggamitnya dan menendangnya ke dalam Terrano hitam miliknya.
Kepulan debu menandai kepergian mereka berdua.
......
Ari menatap seorang wanita muda dengan kemeja ungu dan celana jeans biru tua sedang asyik menatapi langit. Rambut halusnya dimainkan oleh jari angin, sementara jari wanita itu juga asyik memuntiri sekuntum bunga kamboja merah muda.
“ Well…lo puas dengan saran gue kan ? “ kata Dillo yang duduk di bangku pengemudi.
Ari mengangguk. “ Hemm….aku mungkin bisa berhari –hari menatapinya seperti ini. Apakah mungkin gue bisa mengenalnya ? Dill, biasanya lo ada ide untuk deketin wanita….”
Dillo langsung menuliskan sesuatu pada secarik kertas yang langsung disodorkan kepada Ari.
“ Apaan nih ? “ Tanya Ari tak mengerti.
“ Alamat palsu. Ceritanya lo tanya alamat sama dia, mumpung lo disini. Cepet turun. Atau lo mau selamanya diam seperti gue waktu lihat Natasha menikah ? “ Ari memilih yang pertama. Perlahan ia mendekati wanita itu.
......
Allegra termenung menatap awan. Sekuntum bunga kamboja asyik dipuntiri oleh tangannya. Ada perasaan rindu dengan suara helicopter yang biasa melewati balkon. Hem, kemana ya ? Apakah pindah tugas…atau sedang tugas keluar. Atau… Sebuah pikiran buruk terlintas dalam benak Allegra. ….Eulleuh….dia itu tidak kenal aku, kenapa harus aku pikirkan ya ? Tampangnya pun aku tidak tahu…hegh, ada apa denganku ini ? tegur Allegra pada dirinya sendiri.
Beralihnya pikiran membuat mata Allegra bersitatap pada seorang pria yang berdiri di pojok jalan. Menatapnya. Hei…siapa itu…
Pria itu tiba – tiba berjalan mendekatinya. “ Maaf, selamat siang…” sapa Pria muda dengan potongan rambut cepak itu.
“ Ya..selamat siang. Ada yang bisa saya bantu ? “ Balas Allegra sambil menampilkan senyuman. Ari langsung berkeringat dingin.
“ Ini…saya hendak menanyakan alamat ini. Apa betul berada di perumahan ini ? “ Tanya Ari sambil mendekatkan diri ke Allegra.
Sebuah aliran listrik menyentak batin Allegra. Mungkinkah dia si penerbang helicopter itu ? Ah…mana mungkin!!! Pikir Allegra menatap alamat yang diberikan Ari. Dan seketika itu juga dia tersadar bahawa alamatnyalah yang tertulis di kertas itu.
“ Hei..ini alamat rumah ini. Saya pemiliknya, Allegra. Apa saya mengenal Anda ? “ Tanya Allegra dengan sedikit terkejut.
Ari langsung menarik kembali kertas itu dan melihat nomor dan blok rumah itu. Setan…Dillo benar – benar memberikan alamat rumah ini !! Teriak Ari sambil mengarahkan lirikannya pada mobil Terrano hitam yang terparkir manis di depan sebuah rumah yang baru dibangun. Ari yakin Dillo tersenyum lebar sambil mengabadikan dalam video dari handphonenya.
“ Ehm…sebenarnya…ehm…saya orang yang menerbangkan helicopter yang selalu melewati rumah Anda. Ehm..saya hanya ingin mampir saja…ehm…karena saya penasaran kenapa Anda senang sekali melambaikan tangan ke helicopter saya…ehm..nama saya Ari. ” tutur Ari dengan terpatah – patah.
Allegra berbisik, “ Oh, My God…Oh Papa…inikah rencana Tuhan padaku ? Dia ternyata begitu indah !! “
Dan awan kembali berarak dalam langit yang indah.
Sebuah cerita kecil dalam terik siang
dan indahnya awan yang berarak di langit biru cerah.
Awal Juli, 2012.
No comments:
Post a Comment